TRAVEL

Jepang Terapkan Skrining Pra-Perjalanan Turis Asing Berbayar Mahal

Jepang Terapkan Skrining Pra-Perjalanan Turis Asing Berbayar Mahal
Jepang Terapkan Skrining Pra-Perjalanan Turis Asing Berbayar Mahal

JAKARTA - Upaya Jepang menggenjot pemasukan dari sektor pariwisata kini bergerak ke tahap baru. 

Negeri Sakura tak lagi hanya mengandalkan lonjakan jumlah wisatawan, tetapi juga mulai merancang sistem pengelolaan arus turis yang lebih ketat sekaligus menghasilkan pendapatan tambahan bagi negara.

Salah satu kebijakan yang tengah disiapkan adalah penerapan sistem skrining pra-perjalanan daring bagi wisatawan asing. 

Skema ini dirancang agar pemerintah bisa memantau calon pengunjung sejak sebelum keberangkatan, sekaligus membuka sumber pemasukan baru dari biaya administrasi perjalanan.

Kebijakan tersebut muncul di tengah prediksi melonjaknya jumlah wisatawan internasional ke Jepang dalam beberapa tahun ke depan. 

Dengan target kunjungan yang diperkirakan melampaui puluhan juta orang per tahun, pemerintah melihat perlunya mekanisme pengawasan sekaligus pembiayaan yang lebih berkelanjutan.

Rencana Skrining Pra-perjalanan untuk Wisatawan Asing

Jepang berencana meluncurkan sistem otorisasi perjalanan elektronik bernama Japan Electronic System for Travel Authorization atau JESTA.

 Sistem ini akan diberlakukan bagi turis asing dari negara dan wilayah yang selama ini dibebaskan dari kewajiban visa tinggal jangka pendek.

Mengutip Kyodo, Jumat (26/12/2025), JESTA bertujuan mencegah terorisme dan perekrutan ilegal warga asing ke Jepang. Selain fungsi keamanan, sistem ini juga diharapkan menjadi sumber pendapatan yang stabil bagi pemerintah.

Setiap turis asing yang akan berkunjung ke Jepang akan dikenakan biaya sekitar 2.000–3.000 yen atau setara Rp214 ribu hingga Rp321 ribu. Program ini akan mulai diterapkan pada tahun fiskal 2028, seiring proyeksi jumlah pengunjung yang diperkirakan menembus lebih dari 40 juta orang pada tahun tersebut.

Pemerintah Jepang juga tengah mempertimbangkan pengajuan rancangan undang-undang untuk mengubah undang-undang pengendalian imigrasi dalam sidang parlemen reguler berikutnya guna menciptakan dasar hukum sistem ini. 

Program serupa telah diterapkan di Amerika Serikat dan Kanada, dengan biaya berkisar 1.000 hingga 6.000 yen.

Pendapatan dari JESTA disebut-sebut akan digunakan untuk dukungan darurat bagi wisatawan asing saat terjadi bencana alam, yang kerap melanda Jepang.

Kenaikan Biaya Visa Penduduk Tetap

Selain skrining pra-perjalanan, Jepang juga menggarap serius rencana menaikkan biaya visa bagi penduduk asing. Kenaikan biaya ini tergolong signifikan karena mencapai 10 kali lipat dari tarif sebelumnya.

Biaya visa penduduk tetap direncanakan menjadi lebih dari 100.000 yen atau sekitar Rp10,6 juta, naik dari sebelumnya 10.000 yen atau sekitar Rp1,1 juta. 

Sementara itu, biaya perubahan status visa atau penerbitan ulang untuk jangka waktu satu tahun atau lebih akan meningkat hingga sekitar 40.000 yen atau Rp4,2 juta, dari yang saat ini sebesar 6.000 yen.

Kenaikan biaya penerbitan visa tersebut akan berlaku pada tahun fiskal berikutnya. Pemerintah Jepang berencana menggunakan pendapatan tambahan ini untuk memperkuat kebijakan yang mendukung multikulturalisme, menurut sumber pemerintah.

Biaya baru ini diperkirakan sejalan dengan tarif di negara-negara Barat. Pemerintah kemungkinan akan mengajukan rancangan undang-undang dalam sidang parlemen biasa tahun depan untuk meninjau undang-undang kontrol imigrasi yang selama ini menetapkan batas 10.000 yen untuk biaya visa penduduk tetap.

Perdana Menteri Sanae Takaichi telah menginstruksikan kenaikan biaya visa agar setara dengan negara-negara besar lainnya dalam pertemuan tingkat menteri tentang kebijakan warga negara asing awal bulan ini. Sebelumnya, Badan Layanan Imigrasi Jepang pada April 2025 juga telah menaikkan biaya penerbitan visa karena inflasi.

Rencana Kenaikan Pajak Keberangkatan

Tak berhenti pada visa, Jepang juga mengarah pada kebijakan menaikkan pajak keberangkatan bagi pelancong yang meninggalkan negara tersebut. 

Para pembuat kebijakan sedang mempertimbangkan untuk melipatgandakan pajak yang secara resmi disebut sebagai pajak turis internasional.

Saat ini, setiap orang yang terbang keluar dari Jepang dikenakan biaya 1.000 yen atau sekitar Rp110 ribu. Pajak ini biasanya sudah termasuk dalam harga tiket pesawat sehingga sering kali tidak disadari penumpang.

Dalam rencana terbaru, pajak keberangkatan tersebut akan dinaikkan menjadi 3.000 yen atau sekitar Rp330 ribu. Bahkan, Komisi Riset Partai Demokrat Liberal mengusulkan tarif lebih tinggi, yakni 5.000 yen atau sekitar Rp530 ribu, khusus bagi pelancong yang menggunakan kursi kelas bisnis atau lebih tinggi.

Langkah ini telah disetujui partai yang berkuasa dan menjadi bagian dari strategi Jepang untuk mengendalikan pariwisata berlebihan. Pajak baru nantinya tetap dimasukkan langsung ke dalam harga tiket maskapai.

Pajak Akomodasi Tinggi di Kyoto

Di tingkat daerah, kebijakan serupa juga diterapkan dengan pendekatan yang lebih ketat. Pemerintah Kota Kyoto memutuskan menaikkan pajak akomodasi secara signifikan mulai 1 Maret 2026.

Wisatawan yang menginap di hotel mewah berpotensi dikenakan pajak hingga 10.000 yen atau sekitar Rp1 juta per orang per malam, naik sekitar 10 kali lipat dari tarif sebelumnya. Dewan Kota Kyoto menyetujui aturan ini pada Maret 2025, dengan konfirmasi akhir dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang pada Oktober 2025.

Mengutip Japanspecialist.com, struktur pajak baru tersebut menargetkan akomodasi mewah dengan tarif 100.000 yen per malam atau lebih, sembari tetap mempertahankan tarif lebih rendah bagi wisatawan beranggaran terbatas. 

Pendapatan pajak diproyeksikan hampir berlipat ganda dari 5,9 miliar yen menjadi 12,6 miliar yen per tahun.

Dana tersebut akan digunakan untuk mendanai infrastruktur dan mengatasi dampak pariwisata berlebihan yang dinilai mengancam kelestarian budaya lokal Kyoto.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index